Laporan Praktikum
TEKNOLOGI
FERMENTASI
“Isolasi
Bakteri Asam Laktat pada Pembuatan Sauerkraut”
OLEH
:
NAMA
: ABDARRIANZAH B. HASAN
STAMBUK : D1C110069
JURUSAN : TEKNOLOGI
PANGAN
fAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSitas haluoleo
kendari
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Fermentasi
dapat dideskripsikan sebagai suatu proses perubahan secara biokimia pada bahan
pangan oleh aktivitas mikroorganisme dan metabolit aktivitas enzim, yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam
fermentasi adalah bakteri, khamir dan kapang (Hidayat, 2006).
Sifat-sifat baik (positif) dari
bakteri asam laktat sangat banyak dimanfaatkan didalam proses pengolahan dan
pengawetan bahan pangan (hasil hewan, hasil laut, sayuran dan buah-buahan).
Secara alami bakteri asam laktat banyak dijumpai diberbagai habitat seperti
makanan fermentasi, buah-buahan dan saluran pencernaan manusia. Sejauh ini
diketahui bahwa bakteri asam laktat tidak bersifat patogen dan aman untuk
dikonsumsi sehingga dapat dipakai untuk meningkatkan kesehatan manusia.
Penggunaan
BAL sebagai bahan pengawet alami dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
penambahan kultur BAL sebagai starter pada produk pangan atau hanya menggunakan
metabolit antimikroba yang diproduksi oleh BAL sebagai pengawet alami.
Penambahan kultur BAL sebagai starter telah banyak dikenal masyarakat dalam
pembuatan produk fermentasi seperti yogurt, dadih, salami (sosis fermentasi),
serta produk fermentasi lainnya, sedangkan pemanfaatan metabolit BAL
(nisin,bakterioisin, hidrogenperoksida, asam lemah, reuterin dan diasetil) yang
bersifat antimikroba telah lama digunakan dalam industri pengolahan pangan yang
kemudian dikembangkan secara komersil (Prasetya, 1985). Fermentasi selain dapat
menghasilkan asam-asam organik (asam laktat, asam asetat) juga memproduksi
jenis protein yaitu bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pathogen (Staphylococcus, Escherichia coli). Senyawa bakteriosin sangat
bermanfaat karena sifatnya penghambat bakteri patogen yang dapat merusak pangan
ataupun membahayakan kesehatan manusia sehingga keamanan pangan lebih terjamin.
Bakteriosin potensial dapat bertindak sebagai pengawet makanan alami, baik yang
tumbuh spontan ataupun dikehendaki (ditambahkan kedalam bahan pangan). Proses
fermentasi dilakukan oleh bakteri asam laktat juga dapat meningkatkan nilai
gizi dan daya cerna bahan pangan (Sri, 2009). Ketersediaan bakteri asam laktat
yang diisolasi dari sumber dalam negeri masih kurang, sehingga diperlukan
eksplorasi bakteri asam laktat untuk meningkatkan koleksi isolat bakteri asam
laktat. Bakteri asam laktat dapat diperoleh dengan memanfaatkan sumber-sumber
yang mengandung bakteri asam laktat. Salah satu sumber yang dapat digunakan
untuk mengisolasi bakteri asam laktat adalah darisauerkraut. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi keragaman dan karakteristik bakteri asam
laktat yang terlibat (terdapat) di dalam fermentasi sauerkraut serta
mengisolasi bakteri asam laktat tersebut dalam bentuk isolat murni.
B. Rumusan Masalah
Dalam buah-buahan dan
sayur-sayuran segar, secara alamiah mengandung mikroorganisme yang menghasilkan
asam laktat yang disebut bakteri asam laktat. Beberapa strain bakteri asam
laktat yang dominan di dalam fermentasi perlu mendapat perhatian khusus,
sebagai bahan informasi keragaman dan karakteristik bakteri asam laktat, serta
dapat bermanfaat menjadi strain potensial untuk fermentasi bahan pangan
lainnya. Sifat-sifat bakteri asam laktat tersebut dapat diketahui melalui
beberapa uji yaitu uji kimiawi dan uji morfologi bakteri asam laktat, sebagai
indikator sauerkraut terfermentasi.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan dari dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui cara pembuatan saurkraut.
2. Mengisolasi mikroorganisme
(bakteri, kapang dan khamir) yang terlibat di dalam proses fermentasi
sauerkraut, sebagai data acuan dan pembanding bagi keberadaan BAL dalam
sauerkraut terfermentasi.
Kegunaan
dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat murni bakteri asam laktat dari
bahan fermentasi sauerkraut yang dapat digunakan sebagai starter fermentasi
produk pangan lain yang pengolahannnya melalui proses fermentasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sauerkraut
Sauerkraut dengan nama lain adalah
kol asam merupakan makanan khas Jerman yang terbuat
darikubis yang
diiris halus dan difermentasi oleh
berbagai bakteri asam
laktat, seperti Leuconostoc, Lactobacillusdan Pediococcus. Sauerkraut
dapat bertahan lama dan memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi
disebabkan oleh bakteri asam laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran
berfermentasi (Wikipedia, 2011). Sauerkraut memiliki tampilan begitu sederhana
dan memiliki rasa yang unik.
Gambar saurkraut
Kubis yang dicampur dengan garam dan
cairan yang bersifat asam sebenarnya sudah ada sejak zaman prasejarah namun
kemungkinan dideskripsikan pertama kali oleh Gaius Plinius Secundus di abad
pertama Masehi. Cara pembuatan sauerkraut seperti sekarang diperkirakan
berkembang sekitar tahun 1550hingga 1750. Di
tahun 1776, Kapten James Cook diberi
penghargaan Medali Copley setelah membuktikan saeurkraut
berkhasiat sebagai makanan pencegah skorbut di kalangan pelaut Inggris ketika
melakukan pelayaran jauh (Wikipedia, 2011).
B. Fermentasi
Fermentasi dapat didefinisikan
sebagai perubahan gradual oleh enzim dari beberapa bakteri, khamir, dan jamur
di dalam media pertumbuhan. Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi
pengasaman susu, dekomposisi pati, dan gula menjadi alkohol dan karbondioksida
(Hidayat, 2006).
Fermentasi spontan
adalah fermentasi yang terjadi tanpa penambahan mikroba dari luar (starter),
mikroba yang tumbuh terdapat secara alami pada medium (yang dalam hal ini tentu
sebagai mediumnya adalah sayuran) dan medium tersebut dikondisikan sehingga
mikroba tertentu yang melakukan fermentasinya yang dapat tumbuh dengan baik.
Walau awalnya terjadi secara tidak disengaja, fermentasi sayuran dapat
mengawetkan sayuran tersebut dan menghasilkan produk dengan aroma dan cita rasa
yang khas. Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi
adalah dari jenis bakteri penghasil asam laktat.
Larutan
garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang dapat tumbuh. Adanya
garam menjadikan air dan zat gizi seperti gula tertarik keluar secara osmosis
dari sel-sel sayuran. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi
bakteri asam laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat
inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Kondisi yang anaerobik
mutlak diperlukan agar fermentasi berjalan dengan baik. Suhu selama proses
fermentasi juga sangat menentukan jenis mikroba dominan yang akan tumbuh.
Umumnya diperlukan suhu 30ºC untuk pertumbuhan mikroba (Prasetya, 1985).
Fermentasi asam laktat
terbagi menjadi dua jenis, yaitu homofermentatif (sebagian besar hasil akhir
merupakan asam laktat) dan heterofermentatif (hasil akhir berupa asam laktat,
asam asetat, etanol dan CO2). Secara garis besar, keduanya memiliki kesamaan
dalam mekanisme pembentukan asam laktat, yaitu piruvat akan diubah menjadi
laktat (atau asam laktat) dan diikuti dengan proses transfer elektron dari NADH
menjadi NAD+. Pola fermentasi ini dapat dibedakan dengan mengetahui keberadaan
enzim-enzim yang berperan di dalam jalur metabolisme glikolisis. Pada
heterofermentatif, tidak ada aldolase dan heksosa isomerase tetapi menggunakan
enzim fosfoketolase dan menghasilkan CO2. Metabolisme heterofermentatif dengan
menggunakan heksosa (golongan karbohidrat yang terdiri dari 6 atom karbon) akan
melalui jalur heksosa monofosfat atau pentosa fosfat. Sedangkan,
homofermentatif melibatkan aldolase dan heksosa aldolase namun tidak memiliki
fosfoketolase serta hanya sedikit atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan
CO2. Jalur metabolisme dari yang digunakan pada homofermentatif adalah lintasan
Embden-Meyerhof-Pathway (Anonim, 2011b). Persiapan dan pelaksanaan
fermentasi tergantung dari tujuan atau hasil yang hendak dicapai, dan jenis
mikroba tertentu yang akan digunakan untuk melakukan perombakan secara kimia
atau fisik sehingga memberi bentuk, tekstur, dan flavor pada hasil akhirnya.
Secara sederhana, proses biokimia fermentasi dapat dijelaskan bahwa hasil
fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba pada suatu bahan pangan
dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi
yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan aerob, mikroba mengubah
glukosa menjadi air, CO2, dan energi (ATP) yang digunakan untuk kegiatan
pertumbuhan. Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam
keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat setengah terurai (Muchtadi, 2010).
Suhu fermentasi sangat
menentukan macam mikroba yang dominan selama fermentasi. Fermentasi sayur asin
sangat sensitif terhadap suhu, jika konsentrasi asam yang dikehendaki telah
tercapai, maka suhu dapat dinaikkan untuk menghentikan fermentasi. Pada
pembuatan sayur asin terdapat 3 macam mikroba yang akan mengubah gula dari
kubis menjadi asam asetat, asam laktat dan hasil hasil lainnya. Mikroba tersebut
adalah Leuconostoc Mesentroides, Lactobacillus Cucumeris, dan Lactobacillus
Pentoaceticus. Leuconostoc mempunyai suhu optimum yang lebih tinggi.
Pada suhu diatas 21 derajat Celsius, Leuconostoc tidak dapat tumbuh
sehingga tidak terbentuk asam asetat, tetapi pada suhu ini akan diproduksi
bakteri asam laktat oleh Lactobacillus. Penambahan garam akan
menyebabkan pengeluaran air dan gula dari sayur - sayuran dan menyebabkan
timbulnya bakteri asam laktat (Septiadi, 2000). Semakin lama waktu (3-9 hari)
fermentasi pada kubis maka jumlah bakteri asam laktat makin meningkat.
Meningkatnya jumlah bakteri asam laktat selama fermentasi disebabkan kondisi
substrat masih memungkinkan untuk berlangsungnya metabolisme bakteri asam
laktat (Saripah, 1983).
Seperti sebagian besar dari
fermentasi sayuran, fermentasi sayur asin merupakan fermentasi spontan yaitu
proses fermentasi tanpa digunakan starter dan terjadi dengan sendirinya dengan
bantuan mikroflora alami. Karakteristik dari proses ini adalah adanya berbagai
bakteri asam laktat yang termasuk bakteri heterofermentatif. Bakteri asam
laktat penting dalam pencapaian produk yang stabil dengan rasa dan aroma yang
khas. Hasil pertumbuhan bakteri asam laktat menghasilkan asam laktat, asam
asetat, etanol, ester dan CO2 (Rukmana, 1994).
Fermentasi dapat terjadi karena
adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat organik yang sesuai.
Terjadinya fermentasi ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan,
tetapi akibat dari pemecahan kandungan bahan tersebut. Jika cara pengawetan
pangan yang lainnya dijadikan untuk mengurangi jumlah mikroba, maka proses
fermentasi adalah sebaliknya, yaitu memperbanyak jumlah mikroba dan menggiatkan
metabolismenya didalam makanan. Tetapi jenis mikroba sangat terbatas sesuai
dengan hasil akhir yang dikehendaki. Pada mulanya yang dimaksud fermentasi
adalah pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 tetapi banyak proses yang disebut
fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula dan menghasilkan alkohol
sebagai CO2. Sebagai contoh misalnya perubahan laktosa menjadi asam laktat pada
kondisi Streptococcus lactis pada kondisi anaerobik. Hasil hasil
fermentasi terutama tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis
mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme
mikroba tersebut. Perubahan selama fermentasi, mikroba selama fermentasi dapat
mengubah karbohidrat dan turunan-turunannya terutama menjadi alkohol, asam dan
CO2. Mikroba proteolitik dapat memecah protein dan komponen nitrogen lainnya
sehingga menghasilkan bau busuk yang tidak diinginkan sedangkan mikroba
lipolitik akan memecah atau menghidrolisa lemak fosfolipida dan turunannya
dengan menghasilkan bau yang tengik. Bila alkohol dan asam yang dihasilkan oleh
mikroba fermentatif cukup tinggi maka pertumbuhan mikroba proteolitik dan
lipolitik dapat dihambat. Jadi prinsip pengawetan pangan dengan cara fermentasi
sebenarnya adalah mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme dari mikroba
pembentuk alkohol dan asam, dan menekan pertumbuhan mikroba proteolitik dan
lipolitik. Pada keasamaan yang tinggi Lactobacillus akan mati dan
kemudian tumbuh ragi dan kapang yang lebih toleran terhadap asam. Kapang akan
mengoksidasi asam sedangkan ragi akan menghasilkan hasil hasil akhir yang
bersifat basa dari reaksi proteolisis sehingga keduanya akan menurunkan asam
sampai titik dimana bakteri pembusuk proteolitik dan lipolitik akan mencerna
curd dan menghasilkan gas serta bau busuk (Suprianto,1994). Nutrien hasil
fermentasidigunakan oleh mikroba untuk biomassa, sehingga asam-asam yang
dihasilkan baik asam amino atau asamorganik akan menurun. Selain itu asam-asam
yang dihasilkan bila diurai lebih lanjut akan menjadi senyawa volatil seperti
dihasilkannya amoniak, gas CO2 dari hasil fermentasi (Dwidjoseputro, 1985).
C. Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat merupakan
bakteri yang bersifat gram positif, tidak membentuk spora, dan dapat terbentuk
koki, kokobasili atau batang, katalase negatif, non-motil atau sedikit motil,
mikroaerofilik sampai anaerob, toleran terhadap asam, kemoorganotrofik, dan
membutuhkan suhu mesofilik (Salminen, 1998). Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah
kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam laktat.
Efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan dengan penurunan pH lingkungan
menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri
pembusuk akan terhambat. Efektivitas BAL dalam menghambat bakteri pembusuk
dipengaruhi oleh kepadatan BAL, strain BAL, dan komposisi media. Selain itu,
produksi substansi penghambat dari BAL dipengaruhi oleh media pertumbuhan, pH,
dan temperature/suhu lingkungan (Amin, 2001).
Berkaitan tentang
manfaat, sebagian bakteri asam laktat berpotensi memberikan dampak positif bagi
kesehatan dan nutrisi manusia, beberapa di antaranya adalah meningkatkan nilai
nutrisi makanan, mengontrol infeksi pada usus, meningkatkan digesti
(pencernaan) laktosa, mengendalikan beberapa tipe kanker, dan mengendalikan
tingkat serum kolesterol dalam darah. Sebagian keuntungan tersebut merupakan
hasil dari pertumbuhan dan aksi bakteri selama pengolahan makanan, sedangkan
sebagian lainnya hasil dari pertumbhan beberapa BAL di dalam saluran usus saat
mencerna makanan yang mengandung BAL sendiri. Bakteri asam laktat dapat
menghambat pertumbuhan bakteri lain dengan memproduksi protein yang disebut
bakteriosin. Salah satu contoh bakteriosin yang dikenal luas adalah nisin,
diproduksi oleh Lactobacillus lactis. Nisin dapat menghambat pertumbuhan
beberapa bakteri, yaitu Bacillus, Clostridium, Staphylococcus,
danListeria. Senyawa bakteriosin yang diproduksi BAL dapat bermanfaat
karena menghambat bakteri patogen yang dapat merusak makanan ataupun
membahayakan kesehatan manusia, sehingga keamanan makanan lebih terjamin
(Anonim, 2011b).
D. Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Pertumbuhan Mikroba
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme antara lain meliputi faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik, faktor proses, dan faktor implisit. Faktor
intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw), kemampuan
mengoksidasi-reduksi, kandungan nutrien, bahan antimikroba, dan struktur bahan
makanan. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah
suhu penyimpanan, kelembaban, tekanan gas (O2), cahaya dan pengaruh sinar
ultraviolet. Meningkatnya jumlah asam laktat, selain menurunkan nilai pH juga
akan mempengaruhi nilai total asam tertitrasi (Fardiaz,1989).
Makanan yang mengandung asam
biasanya tahan lama, tetapi jika gen cukup jumlahnya dan kapang dapat tumbuh
serta fermentasi berlangsung terus, maka daya awet dari tersebut akan hilang.
Pada keadaan ini mikroba proteolitik dan lipolitik dapat berkembang biak. Dalam
hal ini mula mula adalah Streptococcus lactis sehingga dapat
menghasilkan asam laktat. Tetapi pertumbuhan selanjutnya dari bakteri ini akan
terhambat oleh keamsamaan yang dihasilkannya sendiri. Oleh karena itu bakteri
tersebut akan menjadi inaktif sehingga kemudian akan tumbuh bakteri jenis Lactobacillus
yang lebih toleran terhadap asam daripada Streptococcus. Lactobacillus juga
akan menghasilkan asam lebih banyak lagi sampai jumlah tertentu yang dapat
menghambat pertumbuhannya, selama pembentukan asam tersebut pH akan menurun
(Suharto, 1994).
Kadar asam yang
dihasilkan berkisar antara 0,8-1,5% (dinyatakan sebagai asam laktat).
Sayur-sayuran setelah persiapan yang memadai, kemudian direndam dalam larutan
garam 3-10% dimana dalam kondisianaerobik yang terbentuk, organisme-organisme
pembentuk asam laktat berkembang menyebabkan terhambatnya organisme-organisme
pembusuk, untuk jangka waktu beberapa minggu tergantung keadaannya. konsentrasi
garam yang ditambahkan untuk pembuatan sayur asin adalah 2,25-2,5%. Larutan
garam tersebut menyebabkan hanya bakteri asam laktat yang tumbuh. Garam juga
menyebabkan cairan yang terdapat dalam sayuran tertarik keluar melalui proses
osmosis. Gula-gula dalam cairan tersebut merupakan makanan bagi bakteri asam
laktat, yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Asam laktat inilah yang
berfungsi sebagai pengawet produk tersebut. Lama proses fermentasi berkisar
antara 1 hari (fermentasi sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai
beberapa bulan. Kadar garam yang terlalu rendah (kurangdari 2,5%) mengakibatkan
tumbuhnya bakteri proteolitik (bakteri yang menguraikan protein). Sedangkan
konsentrasi garam lebih dari 10% akan memungkinkan tumbuhnya bakteri halofilik
(bakteri yang menyenangi kadar garam tinggi). Oleh karena itu, kadar garam
harus dipertahankan selama proses fermentasi, karena garam menarik air dari
jaringan sayuran, maka selama proses fermentasi secara periodik ditambahkan
garam pada media fermentasi. Pada umumnya kadar garam medium dinaikkan setiap
minggu sampai tercapai produk yang baik. Kecepatan fermentasi turut dipengaruhi
oleh kadar garam medium. Pada umumnya makin tinggi konsentrasi garam makin
lambat proses fermentasi. Untuk fermentasi pendek sebaiknya digunakan larutan
garam 2-10% agar laju fermentasi berkisar antar sedang dan cepat. Konsentrasi medium
melebihi 20% tidak dianjurkan, karena menghasilkan produk yang keriputdan
menyebabkan bakteri yang tumbuh adalah bakteri halofilik atau bahkan fermentasi
tidak berlangsung. Pada awal proses fermentasi, pH cairan sekitar 5,34 - 5,57
karena asam laktat belum terbentuk. Fermentasi asam laktat terjadi karena
adanya aktivitas bakteri laktat yang mengubahglukosa menjadi asam laktat.
Setelah proses fermentasi berlangsung, yang ditandai dengan timbulnya
gas,jumlah asam laktat meningkat yang diikuti dengan penurunan pH (Buckle,
1987).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini
dilaksanakan pada Tangga 28, Juni – 1 Juli 2013 di Laboratorium Teknologi
Pangan, Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo,
Kendari.
B. Alat dan Bahan
ALAT
Alat
yang digunakan pada praktikum isolasi bakteri asam laktat terhadap pembuatan
sauerkraut adalah :
Ø Baskom
Ø Talang
Ø Talenan
Ø Pisau
Ø Toples
Ø Timbangan
analitik
Ø Cawan
petri
Ø Pipet
tetes
Ø Gelas
ukur
Ø Erlenmeyer
Ø Aluminium
foil
Ø Lilin
Ø Autoclave
BAHAN
Bahan
yang digunakan pada praktikum isolasi bakteri asam laktat terhadap pembuatan
sauerkraut adalah :
Ø Kol
(Kubis)
Ø Garam
Ø Aquades
Ø TSB
Ø Agar
C. Diagram Alir
Proses
Diagram Alir Pembuatan Sauerkraut dan Isolasi Bakteri Asam
Laktat
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
A.
Data
hasil penelitian
NAMA
KELOMPOK
|
10-1
|
10-2
|
10-3
|
10-4
|
10-5
|
10-6
|
1
|
TBUD
|
TBUD
|
6,04x106
|
5,04x106
|
4,84x106
|
3,88x106
|
2
|
TBUD
|
TBUD
|
1,04x106
|
6,2x106
|
4,0x106
|
2,3x106
|
3
|
TBUD
|
TBUD
|
TBUD
|
4,92x106
|
4,19x106
|
3,87x106
|
B.
Pembahasan
Mikroorganisme
merupakan faktor yang berperan penting dalam fermentasi. Mikroorganisme
berperan dalam konversi beberapa senyawa yang ada pada substrat, yang digunakan
untuk kemudian menghasilkan beberapa senyawa yang berperan penting terhadap
fermentasi. Pada produk fermentasi sayuran, mikroba yang melakukan fermentasi
adalah jenis bakteri penghasil asam laktat. Analisa total mikroorganisme
dimaksudkan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme jenis bakteri, kapang,
khamir maupun bakteri asam laktat. Perubahan total mikroorganisme pada
sauerkraut terfermentasi selama penyimpanan.
Rentan
waktu fermentasi memberikan pengaruh terhadap kelompok mikroorganisme yang
tumbuh. Selama fermentasi berlangsung, perubahan kelompok mikroorganisme bakteri
asam laktat yang tumbuh. Jumlah bakteri yang tumbuh selama fermentasi pada 10-1,
10-2, 10-3, 10-4, 10-5 dan 10-6 yang dinyatakan dalam satuan log cfu/mL
mengalami penurunan yaitu TBUD, TBUD, TBUD, 4,92x106, 4,19x106
dan 3,87x106.
Fermentasi
dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat
organik yang sesuai. Fermentasi sebagai perubahan gradual oleh enzim dari
beberapa bakteri asam laktat di dalam media pertumbuhan. Pertumbuhan bakteri
umumnya menurun, akibat adanya perubahan keadaan lingkungan fermentasi menjadi
asam yang mengakibatkan bakteri tidak tolern terhadap keadaan tersebut. Menurut
Amin dan Lekson (2001) bahwa, efek bakterisidal dari asam laktat berkaitan
dengan penurunan pH lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga pertumbuhan
bakteri lain termasuk bakteri pembusuk akan terhambat.
Menurut
Anonim (2011b) bahwa selain bakteriosin, senyawa antimikroba (penghambat
bakteri lain) yang dapat diproduksi oleh BAL adalah diaseteil. Diasetil yaitu
senyawa yang aktif melawan bakteri gram negatif, khamir dan kapang. Peningkatan
pertumbuhan bakteri asam laktat, ditandai dengan penurunan pH yang semakin asam
hingga pH 3. Penambahan larutan garam dan glukosa menunjang pertumbuhan bakteri
asam laktat semakin banyak. Menurut Saripah (1983), semakin lama waktu
fermentasi maka jumlah bakteri asam laktat makin meningkat. Meningkatnya jumlah
bakteri asam laktat selama fermentasi disebabkan kondisi substrat masih
memungkinkan untuk berlangsungnya metabolisme bakteri asam laktat.
Perubahan Total Bakteri Asam
Laktat
Bakteri
asam laktat merupakan bakteri yang diperlukan dalam fermentasi sayuran. Bakteri
ini secaraalami terdapat pada sayuran itu sendiri.Bakteri asam laktat (BAL)
adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa) menjadi asam
laktat. Asam laktat inilah yang berfungsi sebagai pengawet produk fermentasi.
Analisa total bakteri asam laktat dimaksudkan untuk mengetahui jumlah bakteri
asam laktat yang terkandung pada larutan sauerkraut terfermentasi yang telah
dihasilkan. Perubahan total bakteri asam laktat pada sauerkraut terfermentasi
selama penyimpanan. Lama waktu fermentasi memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan bakteri asam laktat. Pertumbuhan bakteri asam laktat selama
fermentasi spontan yang dinyatakan dalam satuan log cfu/mL mengalami penurunan
pada 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5
dan 10-6 yaitu TBUD, TBUD, TBUD, 4,92x106, 4,19x106,
dan 3,87x106. Pertumbuhan terendah, pada fermentasi 10-6 yaitu 3,87x106. Menurunnya jumlah
bakteri asam laktat selama fermentasi disebabkan pada fase logaritmik sel-sel
bakteri asam laktat akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai
jumlah minimum, sehingga menghasilkan asam laktat yang rendah. Menurut Buckle,
(1987), fermentasi asam laktat terjadi karena adanya aktivitas bakteri laktat
yang mengubah glukosa menjadi asam laktat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Sauerkraut dapat bertahan lama dan
memiliki rasa yang cukup asam, hal ini terjadi disebabkan oleh bakteri asam
laktat yang terbentuk saat gula di dalam sayuran berfermentasi (Wikipedia,
2011). Sauerkraut memiliki tampilan begitu sederhana dan memiliki rasa yang
unik.
Keberadaan
mikroorganisme bakteri, asam laktat menurun, pada sauerkraut fermentasi selama
4 hari pada pengenceran 10-6.
Bakteri asam laktat pada fermentasi sauerkraut teridentifikasi
didominasi berturut-turut oleh pertumbuhan genus Streptococcus lalu
diikuti oleh pertumbuhan Leuconostoc dan diakhiri dengan pertumbuhan
genus Lactobacillus. Terdapat tiga genus BAL yang dibedakan dari warna,
koloni dan bentuk sel yaitu koloni timbul berwarna kuning, timbul berwarna
putih serta koloni datar.
B. Saran
Sebaiknya
dilakukan penelitian lajuntan tentang pengaruh kemasan dan lama penyimpanan
terhadap bakteri asam laktat pada sauerkraut.
DAFTAR PUSTAKA
http://cara-menjadi sehat.blogspot.com/2011/01/manfaat-sauerkraut.html, (diakses
tanggal 1 Juli 2013).
http://www.scribd.com/doc/6549682/fermentasisayuran, (diakses
tanggal 2 Juli 2013).
Sumanti, Ir., MS, Debby. 2007. Teknologi
Fermentasi dalam Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. [Online].
Tersedia di: http://www.gogreen.web.id/2007/08/sauerkraut.html, (diakses
tanggal 1 Juli)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar